Rabu, 14 April 2021
Jumat, 09 April 2021
Pengambilan Keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
Rencana saya ke depan dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika adalah pertama, menentukan nilai-nilai yang saling bertentangan saat menghadapi kasus dilema etika. Hal ini sangat penting untuk dilakukan, kesalahan dalam menentukan nilai yang bertentangan akan menghasilkan keputusan yang tidak tepat. Kedua, menggunakan tiga prinsip dalam pengambilan keputusan yakni berfikir berbasis hasil akhir, peraturan, dan rasa peduli. Saya akan mencoba menggunakan lebih dari satu dari ketiga prinsip ini agar keyakinan saya dalam pengambilan keputusan lebih percaya diri, dan tepat. Ketiga, mencoba untuk melihat dan mempelajari lebih mendalam tentang kasus dilema etika, dengan mencari informasi dari berbagai pihak kemudian memvalidasi informasi tersebut. Terlalu cepat percaya dari satu sumber informasi, dapat atau memiliki kemungkinan mendapatkan informasi yang salah dari kasus tersebut. Keempat, jika suatu dilema etika tersebut tidak urgen atau tidak mendesak untuk diselesaikan dengan secepatnya, saya akan memikirkannya lebih lama dan saat situasi tenang. Saya akan menghindari pengambilan keputusan yang tergesa-gesa yang cenderung mendorong saya pada pengambilan keputusan yang ceroboh. Waktu yang tepat dalam pengambilan keputusan adalah pada waktu pagi atau menjelang siang. Waktu sore atau malam adalah waktu yang menurut saya kurang ideal dalam pengambilan keputusan, karena seseorang sudah letih dan kurang fokus dalam mengerjakan sesuatu. Kelima, mencoba membuat perencanaan tindakan/saran/aturan yang dapat menghindari munculnya dilema etika di sekolah, baik dilema etika berasal dari siswa, guru, atau warga sekolah lain.
Cara saya mengukur efektivitas pengambilan keputusan saya adalah pertama, saya akan menanyakan kepada orang lain terkait keputusan yang saya ambil. Kedua, melihat hasil/dampak dari keputusan yang saya ambil, apakah sesuai dengan harapan saya dan pihak yang menjalankan keputusan saya. Ketiga melihat respon, atau pendapat dari pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan keputusan saya. Apakah ia senang atau mengeluh dalam melaksanakannya. Keempat, melakukan refleksi secara berkala dan terencana terkait pelaksanaan keputusan saya.
Banyak pihak yang saya harapkan dapat membantu dan mendampingi saya dalam memutuskan atau penentuan dalam pengambil keputusan terhadap permasalahan dilema etika. Pertama, adalah rekan guru-guru saya di sekolah yang luar biasa, dapat melihat aspek dan memberikan masukan yang kritis terkait sebelum saya mengambil keputusan maupun setelah mengambil keputusan. Kedua, orang tua peserta didik, terkhusus pada kasus dilema etika yang berkaitan dengan siswa. Orang tua memilki peran besar disana, saran orang tua dapat membantu saya dan memberikan saran terbaik bagi masa depan anak-anaknya. Ketiga, pengawas sekolah sangat saya harapkan sumbangsih pengalamannya dalam dunia pendidikan. Tentunya sering mengalami dan menghadapi berbagai permasalahan. Saya sangat mengharapkan saran dan masukan berdasarkan pengalaman mereka yang dapat menjadi bekal saya dalam memandang suatu kasus serta lebih cermat saat pengambil keputusan.
Penerapan pengambilan keputusan dengan teknik 4,3, 9 atau 4 nilai, 3 prinsip, dan 9 langkah pada sekolah saya, terutama kepada murid-murid saya, serta kolega guru-guru di sekolah saya adalah dengan cara partisipatif. Saya mencoba untuk menerapkan 9 langkah pengambilan keputusan dan memberitahukan kepada guru-guru dan kolega saya tentang teknik ini.
Waktu yang tepat dalam menerapkan teknik 4 nilai, 3 prinsip, dan 9 langkah ini adalah sekarang dan harus segera dilaksanakan. Saat saya bertemu dan menghadapi dilema etika, saya akan berusaha sesuai kemampuan dan pemahaman saya dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan teknik ini.
Senin, 05 April 2021
AKSI NYATA – PENERAPAN PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA DI KELAS DAN SEKOLAH
Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu hal yang
sifatnya individual sekaligus komunal yang tak terpisahkan. Murid di
kelas-kelas adalah bagian dari sebuah komunitas di rumah, di masyarakat, dan di
lingkungan. Memertimbangkan kesalingterhubungan dan kerumitan tersebut, maka
sebagai pendidik mau tidak mau kita harus menilik kembali apakah nilai-nilai diri
kita telah selaras dengan tuntutan zaman dan alam yang seperti itu.
Dari pengalaman tersebut, membuktikan
bahwa pendidikan adalah suatu hal yang sifatnya individual sekaligus komunal
yang tak terpisahkan. Murid di kelas-kelas kita adalah bagian dari sebuah
komunitas di rumah, di masyarakat, dan di lingkungan. Memertimbangkan
kesalingterhubungan dan kerumitan tersebut, maka sebagai pendidik mau tidak mau
kita harus menilik kembali apakah nilai-nilai diri kita telah selaras dengan
tuntutan zaman dan alam yang seperti itu.
Pengalaman anak yang dialami oleh
murid dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan atau memilukan yang akan
selalu diingat dalam waktu lama. Guru perlu membawa lingkungan pembelajaran
yang dapat mengkondisikan keteladanan dan sistem aturan yang konsisten. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan pembiasaan perilaku sehigga menjadi karakter
yang baik.
Deskripsi Aksi Nyata
Tujuan aksi nyata ini adalah merancang
poster karaker harmonis dalam perbedaan dengan memperhatikan penguatan nilai pancasila
dan persatuan pada diri siswa. Tolok ukurnya adalah tertempelnya poster
harmonis dalam perbedaan di kelas. Adapun langkah-langkah pembuatannya adalah
sebagai berikut:
A.
Membuat
Gambar Pakaian adat
1. Menyiapkan alat dan
bahan yang dibutuhkan peserta didik untuk membuat gambar karakter kartun yang
sedang menggunakan pakaian adat.
2. Saya memberikan contoh
gambar pakaian adat yang ideal menurut saya, namun siswa tetap bisa berkreasi
dengan menambahkan sesuatu agar bisa lebih baik lagi
3. Memberikan kriteria gambar
yang akan dibuat oleh siswa. Siswa membuat karakter berdasarkan jenis kelamin
masing-masing. Mereka bebas memilih pakaian adat yang mereka sukai, tetapi
masih termasuk pakain adat dari daerah Indonesaia. Ukuran gambar sekitara 15
-20 cm.
4. Siswa bebas mencari
referensi gambar dari buku atau internet, maupun dari pakaian adat mereka
miliki
5. Setelah siswa
menggambar pakaian adat, mereka mempercantiknya dengan mengecat menggunakan
pinsil cat atau crayon.
6. Menuliskan nama
pembuat dibagian belakang gambar
7. Langkah terakhir
adalah mengguntik gambar karakter pakaian adat sesuai bentuknya
B.
Perbaikan
1. Siswa mengumpulkan
hasil pekerjaan mereka
2. Saya memeriksa hasil
gambaran siswa, ternyata ada beberas siswa yang belum menegecat, gambar hasil
print, ukuran gambar ada yang melebihi 20 cm dan lebih kecil dari 15 cm.
3. Menjelaskan kepada
siswa hal-hal yang harus diperbaiki.
4. Siswa mempebaiki
gambar dengan waktu yang singkat dan kurang maksimal
5. Siswa belum sempat
memperbaiki karena, akan melaksanakan penilaian penialain akhir semester
C.
Memajang
1. Saya bersama siswa
menempel gambar pakaian adat di kertas karton yang sudah digunting berbentuk
burung garuda
2. Siswa menempatkan
gambar agar susunan rapi dan menarik
Hasil dari Aksi Nyata
1.
Mendapatkan
poster karakter pakaian adat siswa yang beragam namun dapat hidup selaras dan
harmonis dalam bingkai pancasila
2.
Menjadi
pengingat siswa bahwa perbedaan bukan menjadi halangan untuk bekerja sama
Pembelajaran
1.
Menanamkan
sikap persatuan tidak mudah, siswa sering menghina satu sama lain yang dapat
membuat perpecahan. Namun dengan menyadari setiap orang memiliki kelemahan dan
kekurangan sehingga menjadi peluang kita untuk dapat bersatu memperbaiki
kekurangan tersebut dan meningkatkan kekuatan
2.
Tidak
semua rencana aksi nyata terlaksana
3.
Memanfaatkan
waktu secara efektif
Rencana Perbaikan
1.
Membuat
rencana yang matang dan diperhitungkan secara baik
2.
Mengganti
gambar siswa yang belum memenuhi kriteria
Dokumentasi
Siswa
membuat gambar karakter identitasnya mengenai pakaian adat, yang menggambarkan
keanekaragaman latar belakang siswa
Menggambar
burung garuda sebagai tempat ditempelnya gambar siswa
Gambar
pakaian adat yang sudah ditempel kedalam burung garuda dengan maksud untuk
menyatukan keanekaragaman kebudayaan namun dapat bersatu harmonis dalam bingkai
pancasila dan negara NKRI
Testimoni dari guru lain di SDN 101874 Tumpatan Nibung:
Link : https://youtu.be/lzKZvYcNIVQ
Sabtu, 03 April 2021
Senin, 02 November 2020
Filosofi Ki Hajar Dewantara
FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA
1.
Asas
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dengan metode among
Ki
Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami
arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran
(onderwijs) adalah bagian dari
pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik
lahir maupun batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding)memberi
tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD
(2009), “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan
persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat
maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.
Among berarti momong, ngemong, mengemban, atau
fasilitator adalah memelihara sebesar-besarnya perhatian untuk mendapat
tumbuhnya hidup anak lahir dan batin menurut kodratnya sendiri dengan tujuannya
untuk keseleamatan dan kemerdekaan.
Hidup tumbuhnya
anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak
itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh
menurut kodratnya sendiri. ‘Kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu’ tiada
lain ialah segala kekuatan yang ada dalam hidup batin dan hidup lahir dari
anak-anak itu karena kekuasaan kodrat. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun
tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya
(bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.
Andaikata anak tidak baik dasarnya, tentu
anak tersebut perlu mendapatkan tuntunan agar semakin baik budi pekertinya.
Anak yang dasar jiwanya tidak baik dan juga tidak mendapat tuntunan Pendidikan,
tentu akan mudah menjadi orang jahat. Anak yang sudah baik dasarnya juga masih
memerlukan tuntunan. Tidak saja dengan tuntunan itu ia akan mendapatkan
kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, akan tetapi dengan adanya tuntunan itu
ia dapat terlepas dari segala macam pengaruh jahat.
Dalam menuntun guru menggunakan pendekatan
berbasis kepada siswa atau dengan kata lain pendidikan yang berpihak pada anak.
KHD berkata bahwa pendidikan itu “Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati
mendekati sang anak, bukan untuk meminta sesuatu hak, melainkan untuk berhamba
pada sang anak”(Ki Hajar Dewantara, 1922).
KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap
waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang
yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur
lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut
dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol
dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi
pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat
dijadikan sebagai sumber belajar.
2.
Dasar-Dasar Pendidikan
a. Dasar Jiwa Anak atau Kodrat Anak (bermain)
Yang dimaksud dengan istilah ‘dasar-jiwa’ yaitu keadaan
jiwa yang
asli menurut kodratnya sendiri dan belum dipengaruhi oleh keadaan di
luar diri. Dengan kata lain, keadaan jiwa yang dibawa oleh anak ketika
lahir di dunia. Berdasarkan teori convergentie-theorie, bahwa anak yang
dilahirkan itu diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, tetapi
semua tulisan-tulisan itu suram. Lebih lanjut menurut aliran ini, Pendidikan
itu berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram dan yang
berisi baik, agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan
yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan, agar jangan sampai menjadi
tebal, bahkan makin suram.
Menurut convergentie-theorie, watak manusia itu
dibagi menjadi dua bagian. Pertama, dinamakan bagian yang intelligible,
yakni bagian yang berhubungan dengan kecerdasan angan-angan atau pikiran
(intelek) serta dapat berubah menurut pengaruh Pendidikan atau keadaan. Kedua,
dinamakan bagian yang biologis, yakni bagian yang berhubungan dengan dasar
hidup manusia (bios = hidup) dan yang dikatakan tidak dapat berubah lagi selama
hidup
Menurut KHD bahwa dasar Pendidikan anak
berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam
berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan
kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”.
Kodrat anak adalah
bermain. Maka dari itu permainan anak dapat menjadi bagian pembelajaran di
sekolah. Kegiatan
pembelajaran diutamakan lebih banyak prakterk, kegiatan yang memberikan
pengalaman langsung, serta melakukan apa-apa yang dikatakan guru berbanding
hanya mengkaji secara analisis. Kegiatan praktek bisa disisipkan kegiatan
permainan anak-anak dan simulasi, hal ini akan merangsang rasa ingin tahu anak
dan minatnya dalam belajar. Kemudian seorang anak kodratnya akan selalu tentram
dan nyaman dalam kekeluargaan, maka sistem among membawa suasana kehangatan
keluarga dalam KBM. Mengurangi tindak kekerasan atau hukuman yang berlebihan
yang tidak memperhatikan keadilan dan kesesuaian.
KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat
alam dan kodrat zaman sebagai berikut
“Dalam melakukan
pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan
anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup
kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang
berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu,
segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan
penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar
dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan
sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21).
KHD
hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat
diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari
kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk
memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia
sesungguhnya. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus
disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab
itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten
pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang
sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.
b.
Kemerdekaan
Tuntutan kodrati
anak selalu ingin merdeka mulai dari kandungan hingga dewasa. Contohnya seorang
bayi menangis bila kehausan, ibunya tidak bisa melarang, menunda, atau
mempercepat si anak untuk minum atau tidak minum. Sang ibu hanya bisa
memberikan kebutuhan si anak sesuai keinginannya. Dalam praktik pembelajaran,
guru perlu mempertimbangkan konten materi atau metode pembelajaran yang tepat
sesuai dengan kebutuhan anak, kemudian bisa juga bertanya kepada anak cara
belajar yang cocok bagi mereka.
Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi
kebebasan, namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan
agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’
dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam
belajar.
Maksud
dari kemerdekaan diri adalah bebas dalam mengembangkan petensi diri,
mengeluarkan pendapat, bersosialisasi dengan siapa saja, dan memiliki kekuasaan
untuk mengatus diri sendiri. Namun dalam penerapannya KHD mengingatkan bahwa merdeka
itu tetap tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan serta taat dengan
hukum negara.
Sistem
among melarang pelaksanaan hukuman dan pemaksaan dalam KBM, karena akan
menghambat pertumbuhan jiwa merdeka sang anak, namun pemberian sanksi tetap
perlu diberikan. Dalam pemberian saksi memerlukan unsur kehati-hatian dan
bertujuan untuk mendidik anak agar mampu mengendalikan diri. Pemberian sanksi perlu memperhatikan
keseimbangan, kenetralan, dan keadilan.
c.
Budi Pekerti
Menurut
KHD, budi pekerti atau watak diartikan sebagai
bulatnya jiwa manusia. Dalam bahasa asing, disebut sebagai ‘karakter’, yaitu
jiwa yang berazaz hukum kebatinan. Budi pekerti, watak, atau karakter merupakan
hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan
sehingga menimbulkan tenaga. Perlu diketahui bahwa budi berarti pikiran perasaan-kemauan,
sedangkan pekerti artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan sifat jiwa
manusia, mulai angan-angan hingga menjelma sebagai tenaga. Orang yang mempunyai
kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan dan merasakan serta memakai
ukuran, timbangan dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Watak atau budi pekerti
bersifat tetap dan pasti pada setiap manusia, sehingga kita dapat dengan mudah
membedakan orang yang satu dengan yang lainnya.
Watak bologis tidak dapat lenyap dari jiwa manusia tetapi
janganlah pendidik itu berputus asa kerana menganggap tabiat-tabiat yang
biologis (hidup perasaan, kikir, sombong,dll) itu tidak dapat dilenyapkan sama
sekali. Memang benar kecerdasan intelligible (hidup angan-angan) hanya
dapat menutupi tabiat-tabiat perasaan yang tidak baik, akan tetapi harus
diingat bahwa dengan menguasai diri (zelfbeheersching) secara tetap dan
kuat, ia akan dapat melenyapkan atau mengalahkan tabiat-tabiat biologis yang
tidak baik itu.
KHD
menjelaskan, pentingnya tripusat pendidikan. Tripusat pendidikan mencangkup
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Di dalam
lingkungan keluarga pendidikan penuh kasih tulus dari orang tua tanpa pamrih, merupakan
pendidikan pertama dan utama dalam pembinaan watak dasar anak. Keluarga menjadi
tempat yang paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi
seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna
bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual).
Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat
dibanding dengan pusat pendidikan lainnya. Alam keluarga menjadi ruang bagi
anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga
juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik
sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu
dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab
itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat
penting dalam pertumbuhan karakter baik anak. Lingkungan sekolah merupakan
lingkungan anak untuk mendapatkan pendidikan secara formal dan menempa diri untuk
mempelajari ilmu dan adab.