Jumat, 09 April 2021

Pengambilan Keputusan sebagai pemimpin pembelajaran

 Rencana saya ke depan dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema etika adalah pertama, menentukan nilai-nilai yang saling bertentangan saat menghadapi kasus dilema etika. Hal ini sangat penting untuk dilakukan, kesalahan dalam menentukan nilai yang bertentangan akan menghasilkan keputusan yang tidak tepat. Kedua, menggunakan tiga prinsip dalam pengambilan keputusan yakni berfikir berbasis hasil akhir, peraturan, dan rasa peduli. Saya akan mencoba menggunakan lebih dari satu dari ketiga prinsip ini agar keyakinan saya dalam pengambilan keputusan lebih percaya diri, dan tepat. Ketiga, mencoba untuk melihat dan mempelajari lebih mendalam tentang kasus dilema etika, dengan mencari informasi dari berbagai pihak kemudian memvalidasi informasi tersebut. Terlalu cepat percaya dari satu sumber informasi, dapat atau memiliki kemungkinan mendapatkan informasi yang salah dari kasus tersebut. Keempat, jika suatu dilema etika tersebut tidak urgen atau tidak mendesak untuk diselesaikan dengan secepatnya, saya akan memikirkannya lebih lama dan saat situasi tenang. Saya akan menghindari pengambilan keputusan yang tergesa-gesa yang cenderung mendorong saya pada pengambilan keputusan yang ceroboh. Waktu yang tepat dalam pengambilan keputusan adalah pada waktu pagi atau menjelang siang. Waktu sore atau malam adalah waktu yang menurut saya kurang ideal dalam pengambilan keputusan, karena seseorang sudah letih dan kurang fokus dalam mengerjakan sesuatu. Kelima, mencoba membuat perencanaan tindakan/saran/aturan yang dapat menghindari munculnya dilema etika di sekolah, baik dilema etika berasal dari siswa, guru, atau warga sekolah lain.

Cara saya mengukur efektivitas pengambilan keputusan saya adalah pertama, saya akan menanyakan kepada orang lain terkait keputusan yang saya ambil. Kedua, melihat hasil/dampak dari keputusan yang saya ambil, apakah sesuai dengan harapan saya dan pihak yang menjalankan keputusan saya. Ketiga melihat respon, atau pendapat dari pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan keputusan saya. Apakah ia senang atau mengeluh dalam melaksanakannya. Keempat, melakukan refleksi secara berkala dan terencana terkait pelaksanaan keputusan saya.

Banyak pihak yang saya harapkan dapat membantu dan mendampingi saya dalam memutuskan atau penentuan dalam pengambil keputusan terhadap permasalahan dilema etika. Pertama, adalah rekan guru-guru saya di sekolah yang luar biasa, dapat melihat aspek dan memberikan masukan yang kritis terkait sebelum saya mengambil keputusan maupun setelah mengambil keputusan. Kedua, orang tua peserta didik, terkhusus pada kasus dilema etika yang berkaitan dengan siswa. Orang tua memilki peran besar disana, saran orang tua dapat membantu saya dan memberikan saran terbaik bagi masa depan anak-anaknya. Ketiga, pengawas sekolah sangat saya harapkan sumbangsih pengalamannya dalam dunia pendidikan. Tentunya sering mengalami dan menghadapi berbagai permasalahan. Saya sangat mengharapkan saran dan masukan berdasarkan pengalaman mereka yang dapat menjadi bekal saya dalam memandang suatu kasus serta lebih cermat saat pengambil keputusan.

Penerapan pengambilan keputusan dengan teknik 4,3, 9 atau 4 nilai, 3 prinsip, dan 9 langkah pada sekolah saya, terutama kepada murid-murid saya, serta kolega guru-guru di sekolah saya adalah dengan cara partisipatif. Saya mencoba untuk menerapkan 9 langkah pengambilan keputusan dan memberitahukan kepada guru-guru dan kolega saya tentang teknik ini.

Waktu yang tepat dalam menerapkan teknik 4 nilai, 3 prinsip, dan 9 langkah ini adalah sekarang dan harus segera dilaksanakan. Saat saya bertemu dan menghadapi dilema etika, saya akan berusaha sesuai kemampuan dan pemahaman saya dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan teknik ini.

 

Senin, 05 April 2021

AKSI NYATA – PENERAPAN PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA DI KELAS DAN SEKOLAH

 Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu hal yang sifatnya individual sekaligus komunal yang tak terpisahkan. Murid di kelas-kelas adalah bagian dari sebuah komunitas di rumah, di masyarakat, dan di lingkungan. Memertimbangkan kesalingterhubungan dan kerumitan tersebut, maka sebagai pendidik mau tidak mau kita harus menilik kembali apakah nilai-nilai diri kita telah selaras dengan tuntutan zaman dan alam yang seperti itu.

Dari pengalaman tersebut, membuktikan bahwa pendidikan adalah suatu hal yang sifatnya individual sekaligus komunal yang tak terpisahkan. Murid di kelas-kelas kita adalah bagian dari sebuah komunitas di rumah, di masyarakat, dan di lingkungan. Memertimbangkan kesalingterhubungan dan kerumitan tersebut, maka sebagai pendidik mau tidak mau kita harus menilik kembali apakah nilai-nilai diri kita telah selaras dengan tuntutan zaman dan alam yang seperti itu.

Pengalaman anak yang dialami oleh murid dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan atau memilukan yang akan selalu diingat dalam waktu lama. Guru perlu membawa lingkungan pembelajaran yang dapat mengkondisikan keteladanan dan sistem aturan yang konsisten. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pembiasaan perilaku sehigga menjadi karakter yang baik.

 

Deskripsi Aksi Nyata

Tujuan aksi nyata ini adalah merancang poster karaker harmonis dalam perbedaan dengan memperhatikan penguatan nilai pancasila dan persatuan pada diri siswa. Tolok ukurnya adalah tertempelnya poster harmonis dalam perbedaan di kelas. Adapun langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut:

A.   Membuat Gambar Pakaian adat

1.    Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan peserta didik untuk membuat gambar karakter kartun yang sedang menggunakan pakaian adat.

2.    Saya memberikan contoh gambar pakaian adat yang ideal menurut saya, namun siswa tetap bisa berkreasi dengan menambahkan sesuatu agar bisa lebih baik lagi

3.    Memberikan kriteria gambar yang akan dibuat oleh siswa. Siswa membuat karakter berdasarkan jenis kelamin masing-masing. Mereka bebas memilih pakaian adat yang mereka sukai, tetapi masih termasuk pakain adat dari daerah Indonesaia. Ukuran gambar sekitara 15 -20 cm.

4.    Siswa bebas mencari referensi gambar dari buku atau internet, maupun dari pakaian adat mereka miliki

5.    Setelah siswa menggambar pakaian adat, mereka mempercantiknya dengan mengecat menggunakan pinsil cat atau crayon.

6.    Menuliskan nama pembuat dibagian belakang gambar

7.    Langkah terakhir adalah mengguntik gambar karakter pakaian adat sesuai bentuknya

 

B.   Perbaikan

1.    Siswa mengumpulkan hasil pekerjaan mereka

2.    Saya memeriksa hasil gambaran siswa, ternyata ada beberas siswa yang belum menegecat, gambar hasil print, ukuran gambar ada yang melebihi 20 cm dan lebih kecil dari 15 cm.

3.    Menjelaskan kepada siswa hal-hal yang harus diperbaiki.

4.    Siswa mempebaiki gambar dengan waktu yang singkat dan kurang maksimal

5.    Siswa belum sempat memperbaiki karena, akan melaksanakan penilaian penialain akhir semester

 

 

C.   Memajang

1.    Saya bersama siswa menempel gambar pakaian adat di kertas karton yang sudah digunting berbentuk burung garuda

2.    Siswa menempatkan gambar agar susunan rapi dan menarik

 

 

Hasil dari Aksi Nyata

1.    Mendapatkan poster karakter pakaian adat siswa yang beragam namun dapat hidup selaras dan harmonis dalam bingkai pancasila

2.    Menjadi pengingat siswa bahwa perbedaan bukan menjadi halangan untuk bekerja sama

 

Pembelajaran

1.    Menanamkan sikap persatuan tidak mudah, siswa sering menghina satu sama lain yang dapat membuat perpecahan. Namun dengan menyadari setiap orang memiliki kelemahan dan kekurangan sehingga menjadi peluang kita untuk dapat bersatu memperbaiki kekurangan tersebut dan meningkatkan kekuatan

2.    Tidak semua rencana aksi nyata terlaksana

3.    Memanfaatkan waktu secara efektif

 

Rencana Perbaikan

1.    Membuat rencana yang matang dan diperhitungkan secara baik

2.    Mengganti gambar siswa yang belum memenuhi kriteria

 

 

Dokumentasi


Siswa membuat gambar karakter identitasnya mengenai pakaian adat, yang menggambarkan keanekaragaman latar belakang siswa



Menggambar burung garuda sebagai tempat ditempelnya gambar siswa



Gambar pakaian adat yang sudah ditempel kedalam burung garuda dengan maksud untuk menyatukan keanekaragaman kebudayaan namun dapat bersatu harmonis dalam bingkai pancasila dan negara NKRI



Poster ditempel di kelas, sebagai pengingat bahwa perbedaan tidak menjadi penghalang untuk bekerjasama justru perbedaan dapat dijadikan kekuatan untuk saling mengisi kelemahan dan saling mendukung satu sama lain.


Testimoni dari guru lain di SDN 101874 Tumpatan Nibung:

Link : https://youtu.be/lzKZvYcNIVQ






Nilai dan Peran Guru Penggerak


 

Menabir Senyum


 

Senin, 02 November 2020

Filosofi Ki Hajar Dewantara

 

FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA





1.   Asas Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dengan metode among

Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs)  adalah bagian dari pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding)memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009),  “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.

Among berarti momong, ngemong, mengemban, atau fasilitator adalah memelihara sebesar-besarnya perhatian untuk mendapat tumbuhnya hidup anak lahir dan batin menurut kodratnya sendiri dengan tujuannya untuk keseleamatan dan kemerdekaan.

Hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. ‘Kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu’ tiada lain ialah segala kekuatan yang ada dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak itu karena kekuasaan kodrat. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.

Andaikata anak tidak baik dasarnya, tentu anak tersebut perlu mendapatkan tuntunan agar semakin baik budi pekertinya. Anak yang dasar jiwanya tidak baik dan juga tidak mendapat tuntunan Pendidikan, tentu akan mudah menjadi orang jahat. Anak yang sudah baik dasarnya juga masih memerlukan tuntunan. Tidak saja dengan tuntunan itu ia akan mendapatkan kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, akan tetapi dengan adanya tuntunan itu ia dapat terlepas dari segala macam pengaruh jahat.

Dalam menuntun guru menggunakan pendekatan berbasis kepada siswa atau dengan kata lain pendidikan yang berpihak pada anak. KHD berkata bahwa pendidikan itu “Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, bukan untuk meminta sesuatu hak, melainkan untuk berhamba pada sang anak”(Ki Hajar Dewantara, 1922).

KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

 

2.   Dasar-Dasar Pendidikan

 

a.   Dasar Jiwa Anak atau Kodrat Anak (bermain)

Yang dimaksud dengan istilah ‘dasar-jiwa’ yaitu keadaan jiwa yang
asli menurut kodratnya sendiri dan belum dipengaruhi oleh keadaan di
luar diri. Dengan kata lain, keadaan jiwa yang dibawa oleh anak ketika
lahir di dunia. Berdasarkan teori convergentie-theorie, bahwa anak yang dilahirkan itu diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, tetapi semua tulisan-tulisan itu suram. Lebih lanjut menurut aliran ini, Pendidikan itu berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram dan yang berisi baik, agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan, agar jangan sampai menjadi tebal, bahkan makin suram.

Menurut convergentie-theorie, watak manusia itu dibagi menjadi dua bagian. Pertama, dinamakan bagian yang intelligible, yakni bagian yang berhubungan dengan kecerdasan angan-angan atau pikiran (intelek) serta dapat berubah menurut pengaruh Pendidikan atau keadaan. Kedua, dinamakan bagian yang biologis, yakni bagian yang berhubungan dengan dasar hidup manusia (bios = hidup) dan yang dikatakan tidak dapat berubah lagi selama hidup

Menurut KHD bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”.

Kodrat anak adalah bermain. Maka dari itu permainan anak dapat menjadi bagian pembelajaran di sekolah. Kegiatan pembelajaran diutamakan lebih banyak prakterk, kegiatan yang memberikan pengalaman langsung, serta melakukan apa-apa yang dikatakan guru berbanding hanya mengkaji secara analisis. Kegiatan praktek bisa disisipkan kegiatan permainan anak-anak dan simulasi, hal ini akan merangsang rasa ingin tahu anak dan minatnya dalam belajar. Kemudian seorang anak kodratnya akan selalu tentram dan nyaman dalam kekeluargaan, maka sistem among membawa suasana kehangatan keluarga dalam KBM. Mengurangi tindak kekerasan atau hukuman yang berlebihan yang tidak memperhatikan keadilan dan kesesuaian.

KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut

Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21).

 

KHD hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.

 

b.   Kemerdekaan

Tuntutan kodrati anak selalu ingin merdeka mulai dari kandungan hingga dewasa. Contohnya seorang bayi menangis bila kehausan, ibunya tidak bisa melarang, menunda, atau mempercepat si anak untuk minum atau tidak minum. Sang ibu hanya bisa memberikan kebutuhan si anak sesuai keinginannya. Dalam praktik pembelajaran, guru perlu mempertimbangkan konten materi atau metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan anak, kemudian bisa juga bertanya kepada anak cara belajar yang cocok bagi mereka.

Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan, namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar.

Maksud dari kemerdekaan diri adalah bebas dalam mengembangkan petensi diri, mengeluarkan pendapat, bersosialisasi dengan siapa saja, dan memiliki kekuasaan untuk mengatus diri sendiri. Namun dalam penerapannya KHD mengingatkan bahwa merdeka itu tetap tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan serta taat dengan hukum negara.

Sistem among melarang pelaksanaan hukuman dan pemaksaan dalam KBM, karena akan menghambat pertumbuhan jiwa merdeka sang anak, namun pemberian sanksi tetap perlu diberikan. Dalam pemberian saksi memerlukan unsur kehati-hatian dan bertujuan untuk mendidik anak agar mampu mengendalikan diri.  Pemberian sanksi perlu memperhatikan keseimbangan, kenetralan, dan keadilan.

 

c.    Budi Pekerti

Menurut KHD, budi pekerti atau watak diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia. Dalam bahasa asing, disebut sebagai ‘karakter’, yaitu jiwa yang berazaz hukum kebatinan. Budi pekerti, watak, atau karakter merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Perlu diketahui bahwa budi berarti pikiran perasaan-kemauan, sedangkan pekerti artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan sifat jiwa manusia, mulai angan-angan hingga menjelma sebagai tenaga. Orang yang mempunyai kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan dan merasakan serta memakai ukuran, timbangan dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Watak atau budi pekerti bersifat tetap dan pasti pada setiap manusia, sehingga kita dapat dengan mudah membedakan orang yang satu dengan yang lainnya.

Watak bologis tidak dapat lenyap dari jiwa manusia tetapi janganlah pendidik itu berputus asa kerana menganggap tabiat-tabiat yang biologis (hidup perasaan, kikir, sombong,dll) itu tidak dapat dilenyapkan sama sekali. Memang benar kecerdasan intelligible (hidup angan-angan) hanya dapat menutupi tabiat-tabiat perasaan yang tidak baik, akan tetapi harus diingat bahwa dengan menguasai diri (zelfbeheersching) secara tetap dan kuat, ia akan dapat melenyapkan atau mengalahkan tabiat-tabiat biologis yang tidak baik itu.

KHD menjelaskan, pentingnya tripusat pendidikan. Tripusat pendidikan mencangkup lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Di dalam lingkungan keluarga pendidikan penuh kasih tulus dari orang tua tanpa pamrih, merupakan pendidikan pertama dan utama dalam pembinaan watak dasar anak. Keluarga menjadi tempat yang paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan lainnya. Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak. Lingkungan sekolah merupakan lingkungan anak untuk mendapatkan pendidikan secara formal dan menempa diri untuk mempelajari ilmu dan adab.