FILOSOFI KI HAJAR DEWANTARA
1.
Asas
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dengan metode among
Ki
Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami
arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran
(onderwijs) adalah bagian dari
pendidikan dengan cara memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik
lahir maupun batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding)memberi
tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD
(2009), “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan
persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat
maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.
Among berarti momong, ngemong, mengemban, atau
fasilitator adalah memelihara sebesar-besarnya perhatian untuk mendapat
tumbuhnya hidup anak lahir dan batin menurut kodratnya sendiri dengan tujuannya
untuk keseleamatan dan kemerdekaan.
Hidup tumbuhnya
anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak
itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh
menurut kodratnya sendiri. ‘Kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu’ tiada
lain ialah segala kekuatan yang ada dalam hidup batin dan hidup lahir dari
anak-anak itu karena kekuasaan kodrat. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun
tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya
(bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.
Andaikata anak tidak baik dasarnya, tentu
anak tersebut perlu mendapatkan tuntunan agar semakin baik budi pekertinya.
Anak yang dasar jiwanya tidak baik dan juga tidak mendapat tuntunan Pendidikan,
tentu akan mudah menjadi orang jahat. Anak yang sudah baik dasarnya juga masih
memerlukan tuntunan. Tidak saja dengan tuntunan itu ia akan mendapatkan
kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, akan tetapi dengan adanya tuntunan itu
ia dapat terlepas dari segala macam pengaruh jahat.
Dalam menuntun guru menggunakan pendekatan
berbasis kepada siswa atau dengan kata lain pendidikan yang berpihak pada anak.
KHD berkata bahwa pendidikan itu “Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati
mendekati sang anak, bukan untuk meminta sesuatu hak, melainkan untuk berhamba
pada sang anak”(Ki Hajar Dewantara, 1922).
KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap
waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang
yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur
lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut
dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol
dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi
pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat
dijadikan sebagai sumber belajar.
2.
Dasar-Dasar Pendidikan
a. Dasar Jiwa Anak atau Kodrat Anak (bermain)
Yang dimaksud dengan istilah ‘dasar-jiwa’ yaitu keadaan
jiwa yang
asli menurut kodratnya sendiri dan belum dipengaruhi oleh keadaan di
luar diri. Dengan kata lain, keadaan jiwa yang dibawa oleh anak ketika
lahir di dunia. Berdasarkan teori convergentie-theorie, bahwa anak yang
dilahirkan itu diumpamakan sehelai kertas yang sudah ditulisi penuh, tetapi
semua tulisan-tulisan itu suram. Lebih lanjut menurut aliran ini, Pendidikan
itu berkewajiban dan berkuasa menebalkan segala tulisan yang suram dan yang
berisi baik, agar kelak nampak sebagai budi pekerti yang baik. Segala tulisan
yang mengandung arti jahat hendaknya dibiarkan, agar jangan sampai menjadi
tebal, bahkan makin suram.
Menurut convergentie-theorie, watak manusia itu
dibagi menjadi dua bagian. Pertama, dinamakan bagian yang intelligible,
yakni bagian yang berhubungan dengan kecerdasan angan-angan atau pikiran
(intelek) serta dapat berubah menurut pengaruh Pendidikan atau keadaan. Kedua,
dinamakan bagian yang biologis, yakni bagian yang berhubungan dengan dasar
hidup manusia (bios = hidup) dan yang dikatakan tidak dapat berubah lagi selama
hidup
Menurut KHD bahwa dasar Pendidikan anak
berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam
berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan
kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”.
Kodrat anak adalah
bermain. Maka dari itu permainan anak dapat menjadi bagian pembelajaran di
sekolah. Kegiatan
pembelajaran diutamakan lebih banyak prakterk, kegiatan yang memberikan
pengalaman langsung, serta melakukan apa-apa yang dikatakan guru berbanding
hanya mengkaji secara analisis. Kegiatan praktek bisa disisipkan kegiatan
permainan anak-anak dan simulasi, hal ini akan merangsang rasa ingin tahu anak
dan minatnya dalam belajar. Kemudian seorang anak kodratnya akan selalu tentram
dan nyaman dalam kekeluargaan, maka sistem among membawa suasana kehangatan
keluarga dalam KBM. Mengurangi tindak kekerasan atau hukuman yang berlebihan
yang tidak memperhatikan keadilan dan kesesuaian.
KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat
alam dan kodrat zaman sebagai berikut
“Dalam melakukan
pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan
anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup
kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang
berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu,
segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan
penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar
dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan
sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21).
KHD
hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat
diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari
kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk
memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia
sesungguhnya. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus
disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab
itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten
pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang
sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.
b.
Kemerdekaan
Tuntutan kodrati
anak selalu ingin merdeka mulai dari kandungan hingga dewasa. Contohnya seorang
bayi menangis bila kehausan, ibunya tidak bisa melarang, menunda, atau
mempercepat si anak untuk minum atau tidak minum. Sang ibu hanya bisa
memberikan kebutuhan si anak sesuai keinginannya. Dalam praktik pembelajaran,
guru perlu mempertimbangkan konten materi atau metode pembelajaran yang tepat
sesuai dengan kebutuhan anak, kemudian bisa juga bertanya kepada anak cara
belajar yang cocok bagi mereka.
Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi
kebebasan, namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan
agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’
dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam
belajar.
Maksud
dari kemerdekaan diri adalah bebas dalam mengembangkan petensi diri,
mengeluarkan pendapat, bersosialisasi dengan siapa saja, dan memiliki kekuasaan
untuk mengatus diri sendiri. Namun dalam penerapannya KHD mengingatkan bahwa merdeka
itu tetap tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan serta taat dengan
hukum negara.
Sistem
among melarang pelaksanaan hukuman dan pemaksaan dalam KBM, karena akan
menghambat pertumbuhan jiwa merdeka sang anak, namun pemberian sanksi tetap
perlu diberikan. Dalam pemberian saksi memerlukan unsur kehati-hatian dan
bertujuan untuk mendidik anak agar mampu mengendalikan diri. Pemberian sanksi perlu memperhatikan
keseimbangan, kenetralan, dan keadilan.
c.
Budi Pekerti
Menurut
KHD, budi pekerti atau watak diartikan sebagai
bulatnya jiwa manusia. Dalam bahasa asing, disebut sebagai ‘karakter’, yaitu
jiwa yang berazaz hukum kebatinan. Budi pekerti, watak, atau karakter merupakan
hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan
sehingga menimbulkan tenaga. Perlu diketahui bahwa budi berarti pikiran perasaan-kemauan,
sedangkan pekerti artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan sifat jiwa
manusia, mulai angan-angan hingga menjelma sebagai tenaga. Orang yang mempunyai
kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan dan merasakan serta memakai
ukuran, timbangan dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Watak atau budi pekerti
bersifat tetap dan pasti pada setiap manusia, sehingga kita dapat dengan mudah
membedakan orang yang satu dengan yang lainnya.
Watak bologis tidak dapat lenyap dari jiwa manusia tetapi
janganlah pendidik itu berputus asa kerana menganggap tabiat-tabiat yang
biologis (hidup perasaan, kikir, sombong,dll) itu tidak dapat dilenyapkan sama
sekali. Memang benar kecerdasan intelligible (hidup angan-angan) hanya
dapat menutupi tabiat-tabiat perasaan yang tidak baik, akan tetapi harus
diingat bahwa dengan menguasai diri (zelfbeheersching) secara tetap dan
kuat, ia akan dapat melenyapkan atau mengalahkan tabiat-tabiat biologis yang
tidak baik itu.
KHD
menjelaskan, pentingnya tripusat pendidikan. Tripusat pendidikan mencangkup
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Di dalam
lingkungan keluarga pendidikan penuh kasih tulus dari orang tua tanpa pamrih, merupakan
pendidikan pertama dan utama dalam pembinaan watak dasar anak. Keluarga menjadi
tempat yang paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi
seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna
bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual).
Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat
dibanding dengan pusat pendidikan lainnya. Alam keluarga menjadi ruang bagi
anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga
juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik
sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu
dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab
itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat
penting dalam pertumbuhan karakter baik anak. Lingkungan sekolah merupakan
lingkungan anak untuk mendapatkan pendidikan secara formal dan menempa diri untuk
mempelajari ilmu dan adab.